Guru-guru
bahasa Sunda dari SD dan SMP se-Jawa Barat tiga hari ini diundang Balai Bahasa Provinsi
Jabar. Mereka diberi pembekalan tentang Model Pembelajaran Bahasa dan Sastra di
Sekolah. Selain itu diundang para pengawas dan perwakilan Dinas Pendidikan dan
komunitas budaya. Semua dilakukan agar bahasa Sunda bisa dilestarikan dan
dikembangkan penuturnya.
Para guru
diberikan pelatihan cara ngadongeng
(bercerita), biantara (berpidato), ngarang carita pondok (menulis cerpen), nembang
pupuh (menyanyikan tembang pupuh), maca
jeung nulis aksara Sunda (membaca dan menulis aksara Sunda), maca sajak
(membaca puisi), dan ngabodor sorangan
(stand up comedy Sunda). Pelatihan
berlangsung di Hotel Grand Sunshine Soreang, Kabupaten Bandung, 14—17 September 2021.
Kepala Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
dan Teknologi, Prof. Dr. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D. saat membuka kegiatan
tersebut mengatakan, “Kita tahu semakin hari penutur bahasa daerah terus
berkurang. Menurut Badan Pusat Statistik, penutur bahasa Sunda dalam kurun
sepuluh tahun terakhir berkurang 2 juta orang. Ini mengkhawatirkan karena kita
tahu bahasa daerah adalah pendukung bahasa nasional dan bagian dari kekayaan
kebudayaan kita. Kita harus ikut memperjuangkan agar bahasa daerah tumbuh dan
berkembang.”
Data yang dimiliki
oleh Badan Bahasa menyebutkan bahwa saat ini ada sekitar 718 bahasa daerah di
seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlahnya terus berkurang.
Menurut Aminudin, melestarikan bahasa daerah sebenarnya bukan tugas pokok Badan
Bahasa. “Tetapi, jika ada bahasa daerah yang punah, orang kemudian bertanya
kenapa bisa mati, padahal kita punya Badan Bahasa,” tuturnya.
Kepunahan
bahasa daerah terjadi antara lain karena desakan globalisasi dan pengutamaan
penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Tetapi Amunudin
menegaskan, bahwa pihaknya juga tidak menginginkan bahasa daerah punah. Selain
sebagai pendukung hidupnya bahasa nasional, juga karena alasan-alasan
pelestarian kebudayaan.
Aminudin juga
menyampaikan kesimpulannya setelah menganalisis hasil-hasil penelitian tentang
pengembangan dan pelestarian bahasa. Menurutnya, salah satu cara efektif
melestarikan dan mengembangkan sebuah bahasa adalah melalui jalur pendidikan.
Oleh karena itu, Badan Bahasa kemudian mendesain program pelindungan dan
pengembangan bahasa daerah terutama untuk penutur muda di sekolah.
Sementara itu,
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, Dr. Syarifuddin, M.Hum. mengatakan, pihaknya
menyelenggarakan kegiatan pelestarian dan pengembangan bahasa daerah berdasarkan
aspirasi dari masyarakat dan komunitas budaya. Kegiatan ini kemudian menjadi percontohan
di lingkungan Badan Bahasa dengan menyertakan dua Balai Bahasa lain, yakni Sulawesi
Selatan dan Jawa Tengah.
“Alur
kegiatannya kita rancang sedemikian rupa agar dampaknya dirasakan masyarakat.
Dimulai dari rapat koordinasi dengan para pihak, pelatihan guru master,
diseminasi di kabupaten kota, hingga pada evaluasi berbentuk lomba (pasanggiri). Namun pasanggiri bukan tujuan utama kami. Tujuan utamanya adalah
menanamkan kecintaan dan kebiasaan pada penutur muda untuk menggunakan bahasa
daerah,” ungkap Syarifuddin.
Balai Bahasa Provinsi
Jawa Barat, tuturnya, sudah melakukan dua tahap kegiatan. Pertama rapat
koordinasi pada 7-9 September 2021 lalu, dan diseminasi pada guru master pada
14-17 September 2021 kemarin. Pada kegiatan diseminasi, Balai mengundang 140 perwakilan
guru SD dan SMP serta pengawas, untuk dibekali materi Model Pembelajaran Bahasa
dan Sastra di Sekolah. Pelatihan bersifat ToT, karena guru yang diundang adalah
guru master.
Untuk
implementasi di kabupaten/kota di Jawa Barat, Balai Bahasa telah
menginstruksikan Dinas Pendidikan setempat agar ikut mendukung dan mengawal
program ini sampai diselenggarakannya pasanggiri
di tingkat provinsi. “Pasanggiri
dilakukan berjenjang. Pertama-tama dilakukan di kabupaten/kota. Para juaranya
nanti kita undang untuk mengikuti pasanggiri
di tingkat provinsi,” ujar Syarifuddin.