Prof. Dr. Budiman, M.Si, MM, CEA - Mantan Pejabat Pemkab Garut Dikukuhkan sebagai Guru Besar FEBI UIN Sunan Gunung Djati

By: Dinas Komunikasi dan Informatika
Senin, 17 Juli 2023
Dibaca: 1935

Prof. Dr. Budiman, M.Si, MM, CEA - Mantan Pejabat Pemkab Garut Dikukuhkan sebagai Guru Besar FEBI UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Dalam orasi ilmiahnya mengangkat isu berjudul “Hutanomics : Sebagai Alternatif Strategi Pembangunan Ekonomi  Hijau Berkelanjutan”

KOTA BANDUNG - Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dr. H. Dudang Gojali, M.Ag, Jumat (14/07/2023), mengukuhkan dua Guru Besar di Aula Utama FEBI.

Kedua guru besar yang dikukuhkan itu adalah Prof. Dr. Budiman, M.Si, MM, CEA (Bidang Ilmu Manajemen) dan Prof. Dr. Deni Kamaludin Yusup, M.Ag (Bidang Hukum Ekonomi Syariah). Acara dihadiri oleh unsur Dekanat, para Ketua/Sekretaris dari Manajemen Keuangan Syariah, Manajemen, Akuntansi Syariah, dan Ekonomi Syariah,  Ketua Laboratorium, para dosen, dan tenaga kependidikan, termasuk keluarga dan handai taulan.

Prof. Dr. Budiman, SE, M.Si - Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen yang baru dikukuhkan, sebelum meyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Hutanomics : Sebagai Alternatif Strategi Pembangunan Ekonomi  Hijau Berkelanjutan”, sempat mengungkapkan suasana batinnya antara haru, bahagia dan bangganya.

"Sungguh sulit saya mencari kata untuk  merangkai kalimat yang tepat, guna menggambarkan suasana batin saya saat ini – yang terkecamuk antara rasa haru, bahagia, dan bangga, karena dapat berdiri di sini untuk menyampaikan orasi dalam rangka pengukuhan sebagai guru besar," ungkapnya 

Bagaimana tidak, sebut Profesor Budiman, karir dirinya yang lama malang melintang  di lingkungan pemerintahan, setelah melalui perjalanan sangat panjang - di penghujung karier, beralih menjadi pendidik dengan  menyandang jabatan sebagai guru besar di kampus Universitas  Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD)

"Maha Besar Allah - The Greatest off all," ucapnya lirih.

Budiman, sosok lemah lembut asli Garut ini, sebelum pindah ke UIN SGD, dibesarkan dalam dunia birokrasi, bahkan sempat menjadi Plt. Sekretaris Daerah, meski core jabatan selebihnya tidak pernah jauh dari bidang ekonomi, juga sempat  mengajar cukup  lama di Universitas Garut.

Dalam orasi ilmiahnya, ia menyatakan, salah satu motif ekonomi paling kuat dari globalisasi ekonomi, adalah pertumbuhan ekonomi yang tak kenal batas. karenanya, perdagangan internasional telah menjadi pilihan utama, sekaligus jaminan kemakmuran paling konkret.  

Melalui aktivitas ini, kata Budiman, diyakini produksi dalam negeri  dapat ditingkatkan, standar hidup masyarakat dapat diperbaiki, dan isolasi bangsa-bangsa dapat dibuka seluas-luasnya, pertumbuhan ekonomi sebuah negara menjadi argumen utama  banyak negara,  dalam mengarungi kancah perdagangan global. Akan tetapi, gagasan pertumbuhan ekonomi dimaksud, sama sekali bukan tanpa kesulitan.

"Kesulitannya, bukanlah menyangkut manfaatnya sebagai alat ukur efektif bagi perbaikan taraf hidup masyarakat, melainkan  pada motifnya yang terdalam," ujarnya.

Faktor pendorong semua itu, sebut Budiman, selain  pertumbuhan ekonomi dunia yang mencapai 3 (tiga) persen per tahun, ditopang pula dengan perdagangan  internasional  yang berkembang sangat cepat, yaitu rata-rata 5 persen  per tahun. Pertumbuhan perdagangan dunia tersebut, tentunya berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi banyak negara.

"Sayangnya, di balik  keberhasilan  yang menakjubkan tersebut, kita menyaksikan kerugian sangat  besar pada lingkungan hidup kita," tuturnya.

Budiman mencontohkan, transportasi yang membutuhkan banyak energi, bisa menghabiskan cadangan minyak dunia dan meninggalkan polusi dahsyat  akibat emisi carbon dioksida yang melonjak hingga 3 kali lipat dari sebelumnya.

"Pertanyaannya, seberapa besarkah social cost, yang harus dibayarkan, akibat kerusakan alam dan tata hubungan antara manusia dengan alam, yang  diam-diam  mendatangkan wabah penyakit, memperparah kemiskinan, bahkan kerugian sosial budaya," tuturnya.

Professor Budiman menyatakan, dalam praktiknya, social cost tersebut seyogianya menjadi kebijakan pemerintah setempat, karena merekalah yang memiliki otoritas guna menentukan sejauh mana sebuah produk atau  komoditi dalam memenuhi persyaratan lingkungan hidup. 

Oleh karena itu, perlu dikembangkan konsep pengelolaan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan, yang dapat mencegah deforestasi serta menjaga kelestarian alam, berkeadilan namun tetap produktif. 

"Jawabannya adalah dengan menerapkan   hutanomic secara konsisten," ungkap Budiman.

Hutanomic, imbuhnya, yaitu pengelolaan atau manajemen hutan yang berbasiskan ekonomi hijau, sebagai  upaya pemanfaatan fungsi hutan dengan membuat kegiatan yang dapat memengaruhi proses yang sedang berlangsung dengan cara menciptakan teknik baru agar hutan dapat memberikan kontribusi yang maksimal sekaligus memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat  tanpa deforestasi. 

"Definisi ini mencakupi tiga kata kunci, yaitu : fungsi hutan, memengaruhi/menciptakan proses dan kesejahteraan sosial," ujarnya.

Dengan demikian, imbuhnya, hutanomic dapat dijadikan alternatif solusi praktis untuk mengarahkan sekaligus menjadi landasan kebijakan konservasi yang memungkinkan dapat mengurangi deforestasi seraya mempromosikan konservasi dan terus berupaya meningkatkan produktivitas, melalui evaluasi secara finansial atas manfaat keanekaan hayati, dan biaya kehilangan spesies serta degradasi ekosistem. 

"Hutanomic bertujuan untuk mengembangkan ide-ide konstruktif dan pengetahuan yang relevan, serta membangun net working dengan pemerintah, sektor swasta, akademisi dan masyarakat  untuk konservasi dan kelestarian lingkungan," tandasnya


Prof. Dr. Budiman, M.Si, MM, CEA, dikukuhkan sebagai Guri Besar Bidang Ilmu Manajemen oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dr. H. Dudang Gojali, M.Ag, Jumat (14/07/2023),  di Aula Utama FEBI UIN SGD Bandung. (Foto  : Dok. Pribadi)

Penulis : Yanyan Agus Supianto




Komentar
Isi Komentar